Posts Tagged ‘hangat

17
Mar
08

Sang Dewi

sang_dewi_venus.jpg

IA adalah simbol cinta, kelembutan, dan kasih sayang. Lambang Sang Dewi yang hangat menggairahkan. Ya, Venus Sang Dewi Cinta memang hangat. Suhu tubuhnya rata-rata ‘hanya’ 460 derajat celcius! Dibanding Matahari, jelas Sang Dewi jauh lebih ‘dingin’.

Saban hari –tentu saja kala malam– Dewi Cinta ini selalu tampak cemerlang di langit. Bukan satu-satunya, memang, sebab entah berapa milyar benda serupa berpendar mengisi semesta raya.

Namun awal Juni tahun ini ada yang istimewa –meski dilihat dari fenomena alam sih, biasa-biasa saja– dengan Dewi Cinta itu. Ia melintas persis di antara Bumi dengan Matahari.

Gerhana, kira-kira seperti itulah. Hanya saja karena Venus ini jauh lebih kecil maka sosoknya tidak menghalangi semburan cahaya dan panas Sang Surya atas Bumi. Para ahli astronomi lebih suka menyebutnya sebagai transit, ketimbang eclips (gerhana).

Persisnya, Selasa 8 Juni 2004 antara pukul 11.30-17.00 (Wita), Sang Dewi melenggang di antara Bumi dan Matahari. Disebut istimewa –bagi penghuni Bumi– karena fenomena seperti ini hanya terjadi di tempat dan titik yang sama, dua kali setiap abad (tentu pula menurut hitungan waktu munusia bumi) dalam rentang 8 tahun sekali.

Artinya, jika penduduk Bumi tak sempat menyaksikannya pada hari Selasa 8 Juni 2004, sabar saja. Setidaknya masih bisa menunggu delapan tahun lagi sampai tahun 2012. Jika masih juga luput, ya lebih sabar lagi saja, karena Sang Dewi akan melintas kembali di titik yang sama seabad setelahnya! Hehehehe….

Lama? Pasti. Itu jika diukur dari waktu yang digunakan oleh penduduk Bumi. Waktu tak bisa dipisahkan dari ruang, demikian sebaliknya. Kerena itu, skala waktu atas kenyataan ruang akan sama dengan skala ru­ang atas kenyatan waktu.

Waktu yang kita kenal, tentu yang ber­ada pada ke­­nyatan ruang kita, Bumi. Sementara, semesta raya (langit dan sei­sinya) terdiri atas bermilyar-milyar gemintang berikut ben­da-benda yang melengkapi sistem tata suryanya.

Bumi, yang penduduknya mengenal konsep waktu lewat kepatuhan jadwal edar sang Bumi terhadap Matahari, cumalah setitik zarah atom jika dibanding dengan kenyataan semesta raya.

Toh dalam tata surya kita saja –Matahari berikut planet-planet yang mengedarinya– rentang waktu satu sama lain itu berbeda, ter­gantung pada jadwal edar mereka terhadap Sang Surya.

Kita di Bumi menghitung bahwa satu tahun terdiri atas 365 hari. Tapi jika Anda penduduk Jupiter –dan menggunakan ukuran waktu sebagimana di Bumi– maka setahun di sana sama dengan 12 tahun Bumi.

Di Saturnus lebih lama lagi, satu tahun sama dengan 29,5 tahun Bumi. Di Ura­nus sa­tu tahun setara dengan 84 tahun Bumi, dan setahun di Nep­tunus sama dengan 165 tahun Bumi. Malah di Pluto lebih lama lagi, seta­hun di sana sama dengan 248 tahun Bumi.

Tapi satu tahun di Merkurius sama dengan 88 hari bumi ka­­rena sekali orbit planet ini terhadap Matahari memakan waktu 88 hari (ukuran hari Bumi). Artinya, setahun di sana, sepermepat lebih ‘pendek’ dibandingkan dengan di Bumi.

Nah, Venus Sang Dewi Cinta itu lebih mencengangkan lagi bagi warga Bumi. Setahun –atau se­kali orbit mengelilingi Matahari– Venus sama de­ngan 225 hari Bumi. Se­dangkan rotasinya (perputaran pada poros­nya) sendiri berlangsung 234 hari Bumi. Artinya, satu hari Venus lebih lama dari setahun!

Mungkin karena keistimewaan ini pula Venus jadi salah satu benda angkasa yang menarik perhatian para pengamat sejak dahulu kala. Terakhir kali diketahui Venus melenggang di depan Matahari yang melotot garang adalah pada tahun 1882. Itu merupakan fenomena ulang yang terjadi delapan tahun sebelum 1882, yakni pada 1874.

venus_retro_station2.jpgvenus-phase1gif.jpg

Gerhana Venus pertama kali ditemukan seorang as­tronom Jerman, Johannes Kepler. Tahun 1627 Kepler mempre­diksi bahwa dalam kurun delapan tahun, yaitu 1631 dan 1639, terjadi gerhana Venus. Dan perhitungannya itu ternyata akurat.

Orang pertama yang menyaksikan ger­hana Venus adalah muridnya, seorang astronom Inggris, Jere­miah Horroks, tahun 1639. Kepler sendiri keburu meninggal sebelum membuktikan perhitungannya.

Ta­hun 1709, sebuah penelitian dan eksplorasi dilakukan atas pemunculan Sang Dewi di depan Matahari itu. James Cook memimpin ekspedisi mengintip noktah hitam Venus di depan Sang Surya di kawasan Pasifik Selatan.

Ngapain repot-repot ngintip titik hitam yang melintasi Matahari?

Itu dia.

Bagi para astronom –dan seharusnya siapa pun yang sadar pada keberadaannya di muka Bumi– fenomena langit tentu menarik perhatian karena Bumi cumalah satu titik di antara sebuah sistem (tatasurya), dan tatasurya kita ini pun hanya satru di antrara entah berapa miliar sistem sejenis yang terserak di semesta tanpa batas.

Venus dan saudara-saudaranya –Bumi plus Bulan, Mars, Merkurius, Neptunus, Urnaus, Yupiter, Pluto– dengan patuh ‘bertawaf’ mengelilingi Matahari yang hingga kini diyakini sebagai sumber kekuatan sistem tersebut.

Bagi Bumi, umpamanya, Matahari jelas merupakan sumber kehidupan, (bayangkan kalau Matahari padam!). Bagi planet lain pun, pasti ada maknanya. Hanya saja manusia belum tahu, dan untuk mencari tahu itulah kita mencoba mengamati berbagai gejala yang terjadi atas dan di dalam semesta.

Contoh kecil, jika pada satu sistem tatasurya — di antara entah berapa ratus, ribu, juta, sistem sejenis di alam semesta– ada Bumi dengan kehidupan di dalamnya, adakah kehidupan serupa di ‘bumi lain’ di sistem tatasurya lain?

Selama ini kita hanya tahu bahwa Matahari merupakan sebuah bintang di antara entah berapa miliar benda langit lain dalam cakrawala tanpa batas.

Untuk pertanyaan ini saja selama abad keempat sebelum Masehi, Aristoteles dan Epicurus selalu berbeda pendapat. Dan pertanyaan tersebut masih tetap belum terjawab selama 2.000 tahun kemudian.

Nah, dengan mengamati fenomena-frenomena yang terjadi di alam semesta –termasuk melintasnya Venus, misalnya– seperti itulah mahluk Bumi mencoba mencari jawaban, mengembangkan gagasan-gagasan baru untuk menjelajahi semesta pengetahuan tanpa batas.

Dari waktu ke waktu, di ruang bumi hingga ke ruang di luar bumi, jawaban itu dicari. Hanya soal waktu. Cepat atau lambat, tergantung pada ruang mana skala waktu itu berlaku, sebab skala ruang tertentu akan menentukan waktu tertentu pula.

Ya, manusia tulen tak akan pernah berhenti mencari.

Bukankah untuk itu kita hidup? ***

Bandung, 060604




Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031